Harga Minyak Tembus Level Tertinggi Dua Bulan, Investor Soroti Ketegangan Timur Tengah
Harga minyak mentah melonjak tajam ke level tertinggi dalam lebih dari dua bulan dalam perdagangan di Rabu (11/6). Hal ini menyusul laporan bahwa Amerika Serikat (AS) bersiap mengevakuasi kedutaannya di Irak karena meningkatnya kekhawatiran keamanan di Timur Tengah.
Dilansir dari Reuters, Kamis (12/6), Harga Brent crude naik 4,34% ke US$69,77 per barel. Sementara West Texas Intermediate (WTI) menguat 4,88% menjadi US$68,15. Kedua acuan harga tersebut mencapai titik tertinggi sejak awal April.
Baca Juga: Sanksi Baru Uni Eropa, Harga Minyak Rusia Mau Dibuat Sangat Murah!
Pasar dikejutkan oleh risiko geopolitik mendadak, ketika seorang pejabat AS mengonfirmasi bahwa anggota keluarga militer juga dapat dievakuasi dari Bahrain.
“Pasar tidak memperkirakan risiko geopolitik sebesar ini,” kata Analis Price Futures Group, Phil Flynn.
Ketegangan semakin meningkat setelah Menteri Pertahanan Iran, Aziz Nasirzadeh, menyatakan bahwa Teheran siap menyerang pangkalan militer AS di kawasan jika pembicaraan nuklir gagal dan konflik pecah dengan Washington.
Presiden AS, Donald Trump sendiri mengungkapkan keraguannya bahwa Iran akan menghentikan pengayaan uranium dalam kesepakatan nuklir baru.
Pasokan minyak Iran pun diperkirakan tetap tertahan oleh sanksi internasional. Namun, di sisi lain, pasokan global akan bertambah, seiring dengan rencana Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan Sekutunya (OPEC+) untuk meningkatkan produksi sebesar 411.000 barel per hari pada Juli.
Kenaikan harga minyak juga ditopang oleh kabar kesepakatan dagang antara AS dan China. Beijing setuju memasok magnet dan mineral tanah jarang, sementara AS akan mengizinkan mahasiswa China belajar di perguruan tinggi Amerika. Trump menambahkan bahwa kesepakatan tersebut masih menunggu persetujuan akhir dari dirinya dan Presiden China, Xi Jinping.
Data domestik dari AS turut memperkuat sentimen bullish, setelah stok minyak mentah turun sebesar 3,6 juta barel menjadi 432,4 juta barel, menurut Badan Informasi Energi (EIA).
Sementara itu, permintaan bensin melonjak, dengan produk yang disuplai naik sekitar 907.000 barel per hari menjadi 9,17 juta bpd, mencerminkan kenaikan konsumsi.
Baca Juga: Trump Sebut Lebih Baik Perang Daripada Senjata Nuklir Dikembangkan Iran
Tekanan inflasi yang mereda di AS juga mendorong ekspektasi bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga paling lambat September, yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak lebih lanjut.
下一篇:Prabowo dan Trump Kompak Dukung Stabilitas Dunia Lewat Sambungan Telepon 15 Menit
相关文章:
- Kaleidoskop 2020: Deretan Kasus yang Polda Metro Jaya Sorot, dari John Kei hingga Rizieq
- PBNU Pantau Hilal Idul Adha pada 7 Juni 2024: Harapan Besar Terlihat
- Sjamsul Nursalim Ngumpet di Singapura, Penyidik Tak Tinggal Diam!
- Prabowo Ajak Sektor Swasta Dalam dan Luar Negeri Terlibat dalam Proyek Infrastruktir Indonesia
- Menko Polhukam Bakal Pimpin Upacara Pemakaman Wapres ke
- Suspensi Dicabut, Saham Emiten Kemasan PACK Langsung Terbang
- ASN Dapat 1 Unit Apartemen, Menpan RB: Tunjangan Khusus Bagi ASN yang Pindah ke IKN
- Bingung dengan Istilah KIM Plus di Pilkada Jakarta, Cak Imin: Tidak ada Kimchi, Tidak ada Jong Un
- Kronologi Bunuh Diri Lettu Eko Diungkap TNI AL: Tedengar Letusan Senjata
- Gantikan Posisi Bambang Susantono, Ini Peran Basuki Hadimuljono di Otorita IKN